Sebagai kebutuhan pokok, pangan selalu menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Pentingnya peranan pangan ini telah disampaikan oleh Presiden RI pertama, Ir Soekarno dengan pertanyaan bahwasannya persoalan pangan menyangkut hidup dan matinya suatu bangsa. Meski pernyataan itu telah disampaikan beberapa puluh tahun silam, namun persoalan pangan masih tetap relevan yang mana hingga saat ini masih menjadi prioritas pembangunan nasional. Fakta sejarah telah membuktikan bahwasannya problem pangan yang terjadi dapat sekaligus berdampak pada permasalahan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Terlebih lagi terdapat realita bahwa negara-negara besar dan maju di dunia ini sama rata diduduki oleh produsen utama pangan dan pengendali pasar dunia.
Komitmen nasional dan dunia dalam upaya mewujudkan kemandirian pangan didasarkan atas peran strategis perwujudan kemandirian pangan dalam memenuhi salah satu hak asasi manusia, sebagai upaya dalam membangun kualitas sumber daya manusia, dan membangun pilar bagi ketahanan nasional. Peran dalam memenuhi salah satu hak asasi manusia dinyatakan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, bahwa setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pangan yang aman dan bergizi yang mana sama prinsipnya dengan hak memperoleh pangan yang cukup dan hak asasi manusia untuk terbebas dari kelaparan.
Kecukupan pangan sebagai upaya dalam membangun kemandirian pangan bangsa baik secara kualitas gizi maupun kapasitas bagi setiap warga negara saat ini sangat sulit dicapai. Hal ini lantaran berbagai beban tekanan ekonomi akibat krisis pangan dan faktor lain didominasi oleh kenaikan harga bahan kebutuhan pokok yang harus ditanggun oleh rakyat. Kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memang telah dikompensasi dengan program bantuan langsung tunai (BLT), namun realita di masyarakat berkata lain dengan belum efektifnya program BLT ini berjalan dalam mencapai kecukupan pangan yang ideal.
Dapat dikategorikan sebagai pangan yang ideal adalah setiap bahan pangan yang kita konsumsi harus dapat berperan dalam menopang daya kerja dalam setiap aktivitas yang kita lakukan, sehingga feedback yang kita terima sesuai dengan effort yang kita berikan kepada tubuh. Tidak hanya itu, bahan pangan yang ideal sudah selayaknya menjadi penopang kesehatan tubuh. Seorang filsuf dan juga ahli kesehatan, Hippocrates (460-370 SM) menyadarkan kita akan pentingnya makanan laksana sebagai obat yang menyehatkan (Let food be thy medicine and medcine be thy food).
Namun, lagi-lagi kenyataan dilapangan memiliki laporan analisis yang berbeda. Kualitas bahan pangan dengan katagori bergizi di negeri ini masih jauh dari pangan dengan manfaat menyehatkan seperti apa yang didambakan oleh Hippocrates. Catatan rendahnya kualitas pangan negeri ini dapat dilihat kecukupan konsumsi pangan hewani rakyat Inodensia yang masih jauh dari tingkat konsumsi negara berkembang lainnya. Badan Pangan Dunia/FAO (2007) melaporkan bahwa konsumsi susu (whole milk) masyarakat Inodnesia masih rendah dengan perkiraan hanya 7,5 liter per orang per tahun, sedangkan di India saja sudah mampu mencapai 69 liter, Korea Selatan 40 liter, dan jepang 78 liter per orang per tahun. Tidak hanya itu, dengan memiliki sisi yang masih rendah tingkat konsumsinya negeri ini juga sebagian besar pemenuhan kebutuhan pangan masih mengandalkan produksi dari negara lain (impor). Saat ini untuk melakukan pemenuhan kebutuhan nasional dibutuhkan 2,5 ton susu, sedangkan produksi dalam negeri sendiri baru mampu mencukupi 636,6 ribu ton susu (26,5 persen dari kebutuhan) dan sisanya sebanyak 73,5 persen masih mengandalkan impor (Departemen Pertanian 2007). Fakta di atas telah menggambarkan betapa tingginya tingkat ketergantungan pangan kita terhadap bangsa lain, hal demikian yang dapat menyulitkan prinsip kemadirian pangan tertanam dalam bangsa ini. Dengan ini seluruh generasi muda sebagai penerus bangsa diharapkan dapat membantu terwujudnya kemandirian pangan tidak harus dengan usaha yang berat dan memiliki proses yang lamban, melainkan dapat dimulai dari aspek yang dapat dikategorikan sederhana yakni dengan melakukan pengolahan ampas tahu.
Membangun Kemandirian Pangan dengan Ampas Tahu
Kondisi ketahanan pangan di Indonesia masih memiliki kesempatan kedua dan dapat diselamatkan. Upaya yang perlu dilakukan tidak hanya memiliki titik berat yang fokus terhadap bagaimana bentuk pengembangan serta penyejahteraannya. Namun, juga meliputi seberapa besar potensi negara ini sekaligus apresiasi dan pastisipasi dari seluruh masyarakat dalam mewujudkannya.
Melansir dari data Global Food Security Index (GFSI) secara keseluruhan, status ketahanan pangan Indonesia telah mengalami kenaikan yang siginifikan. Hal ini berindikator dari peringkat Indonesia berada di posisi 71 di tahun 2016, kemudian meningkat dan menempati posisi 62 di tahun 2019.
Peningkatan posisi indeks negara Indonesia dipengaruhi oleh 3 aspek yaitu, keterjangkauan, ketersediaan, kualitas dan keamanan. Indonesia terhadap kondisi ketahanan pangannya dari segi kualitas dan keamanan masih minim, sehingga signifikansi kenaikannya dominan dipengaruhi dari segi keterjangkauan dan ketersediaannya saja. Meski demikian merupakan hasil yang cukup membanggakan karena telah berhasil membawa posisi Indonesia dari angka 71 menuju 62.
Pengolahan ampas tahu, kegiatan pegolahan kembali limbah organik. Limbah jenis ini masuk dalam kategori limbah paling banyak dihasilkan dalam industri pangan. Limbah organik ini berbentuk padat dan berasal dari sisa bahan makanan yang telah tidak terpakai. Limbah ini tergolong sebagai limbah yang mudah busuk dan terurai. Limbah organik menjadi tempat yang paling disukai oleh bakteri. Jika tidak ditangani dengan baik, maka limbah tersebut akan juga dapat menjadi sumber penyakit. Sebaliknya, jika dapat ditangani dengan baik, limbah ini dapat membawa manfaat. Ampas tahu juga merupakan salah satu dari limbah organik dan pengolahan ampas tahu dapat dikategorikan sebagai usaha dalam membangun kemandirian pangan bangsa.
Limbah organik yang hendak menuju tahap pengolahan memiliki karakteristik tertentu. Tidak semua limbah dengan kategori organik dapat diolah kembali. Karakteristik limbah yang berasal dari industri pangan ditentukan oleh bahan baku dan proses produksi. Secara umum karakteristik ini dapat dilihat dari kandungan kimia limbah, tidak adanya bahan berbahaya dan beracun, masuk dalam persyaratan dapat dimanfaatkan untuk reuse serta memiliki kondisi baik dari segi biologis dan fisiknya. Karakteristik yang terdapat didalam ampas tahu. Ampas tahu merupakan limbah padat yang memiliki komposisi kandungan zat gizi berupa protein 23.55%, lemak 5.54%, karbohidrat 26.92%, air 10.43%, abu 17.03%, dan serat kasar 16.53%. berdasarkan komposisi kandungan zat gizi yang terdapat didalam ampas tahu. Hasil olahan ampas tahu ini sendiri berupa oncom, kerupuk ampas tahu, soya bean nugget, tepung ampas tahu, dan aneka kue dari tepung ampas tahu.
Dinas peternakan Jawa Timur pada tahun 2011 juga telah menganalisa kandungan gizi yang terdapat didalam ampas tahu dan menyatakan bahwasannya ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan ternak. Ampas tahu mayoritas hanya diketahui memiliki keamanfaatan dari tahap pengolahannya sebagai bahan pangan. Kali ini muncul sebuah inovasi baru sejak tahun 2018. Dari desa kecil di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, mulai dibangun alat pengolah limbah organik (digester) limbah tahu menjadi biogas. Digester yg dihasilkan dari limbah tahu dibangun di Desa Guyangan, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. Desa tersebut telah menjadi pilot project karena merupakan pusat penghasil tahu di Jepara. Biogas dari limbah tahu ini akan sangat bermanfaat, selain untuk menekan pencemaran lingkungan, diperkirakan dari 150 kg limbah tahu akan menyalakan satu kompor dalam sehari penuh.
Fakta diatas dapat menurunkan asumsi bahwasannya usaha mikro kecil menengah (UMKM) kerap kali dituding mencemari lingkungan, namun dengan perkembangan teknologi limbah dapat dimanfaatkan dan memberikan dampak baik pula. Secara nasional telah ada 500 kegiatan pengolahan biogas berbasis limbah yang kini sedang digarap. 500 titik tersebut telah tersebar di 70 Kabupaten di Indonesia dan 3 titik diantaranya berada di Jepara, Jawa Tengah. Selain dapat menurunkan asumsi pengolahan limbah terutama pada ampas tahu dapat dikategorikan sebaga pendorong dalam usaha membangun kemandirian pangan di Indonesia.
Akhir Kata
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang memang harus dipenuhi setiap waktu. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana yang tercantum pada pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa.
Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya menciptakana ketidakstabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial serta politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat mengancam stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional. Bagi Indonesia, pangan sangat diidentikkan dengan beras karena jenis pangan ini adalah makanan pokok utama. Pengalaman sejarah mencatat sekaligus telah membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997/1998, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Nilai strategi “beras” juga disebabkan karena beras merupakan makanan pokok dan dianggap sangat penting serta bepengaruh.
Industri perberasan memiliki pengaruh besar dalam bidang ekonomi dalam hal penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan dan dinamika ekonomi perdesaan, sebagai wage good, dalam bidang lingkungan serta dalam bidang sosial politik. Beras juga merupakan sumber utama dalam pemenuhan gizi yang mana meliputi kalori, protein, lemak, dan vitamin. Dengan pertimbangan pentingnya beras tersebut, pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan terutama yang bersumber dari peningkatan produksi dalam negeri. Hal ini terus menerus diupayakan dan Indonesia harus menjaga ketahanan pangannya menuju prinsip kemandirian pangan.
Definisi ketahanan pangan, tidak lepas dari UU No. 18/2012 tentang pangan. Disebutkan bahwa Ketahanan Pangan adalah “kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik, jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.”Undang-undang pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, namun juga memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety).
Strategi dalam membangun kemandirian pangan. Ada banyak hal yang seharusnya mendapat perhatian khusus sehingga dapat dikembangkan dan menjadi sasaran tepat guna mewujudkan prinsip kemadirian pangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia masuk kedalam kategori negara pengimpor kedelai terbesar dengan laporan data sepanjang semester-1 2020 mencapai 1,27 juta ton senilai dengan perkiraan Rp 7,52 triliun (kurs Rp 14.700). Melihat fakta tersebut seyogyanya Indonesia diharuskan dapat mengembangkan produk impor agar dapat diolah menjadi produk ekspor. Inovasi pengolahan ampas tahu dapat menjadi tindakan yang disinkronisasikan dengan melihat fakta tersebut.