Maraknya Pencemaran Nama Baik Brand Karena Berita Palsu –Berita palsu atau hoaks sudah menjadi sorotan di berbagai media selama bertahun-tahun. Namun, akhir-akhir ini, keberadaannya tidak hanya merajalela di media cetak tetapi juga media digital. Apalagi, saat ini, semua orang membutuhkan informasi dan perubahan bergerak sangat cepat membingungkan masyarakat. Banyak orang-orang tidak bertanggung jawab bertindak menyesatkan, menipu, dan merugikan orang lain dengan misinformasi dan disinformasi.
Profesor Ilmu Politik dan Ilmu Komputer dari Northeastern University David Lazer, mengatakan “berita hoaks dapat mendiskriminasi dan menghasut yang mereka yakini sebagai fakta”
Maraknya Pencemaran Nama Baik Brand Karena Berita Palsu
Masyarakat Indonesia mudah terpengaruh berita palsu
Survei Katadata Insight Center (KIC) yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Siberkreasi tahun 2020, mengatakan bahwa 60% orang Indonesia terpengaruh berita palsu saat mengakses dunia maya. Ini membuktikan bahwa informasi yang masyarakat konsumsi saat ini memiliki tingkatan misinformasi yang substansial.
Adanya fakta ini mendorong pelaku bisnis untuk waspada. Pada dasarnya pemimpin hanya fokus pada kualitas merek dan produk, tetapi kini mereka juga harus melindungi brand dari berita palsu yang kian marak. Ini bisa merusak kepercayaan konsumen.
Hukum pencemaran nama baik
Kasus hukum yang melibatkan teknologi, khususnya media sosial kian marak, termasuk kasus pencemaran nama baik. Bahkan bisa saja kasus serupa terjadi hampir setiap hari. Ini karena semakin bebasnya masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya melalui internet, dalam hal ini media sosial. Kasus yang sering terjadi adalah kasus penghinaan atau pencemaran nama baik melalui media sosial internet.
Sebelum adanya media sosial, pencemaran nama baik tertera dengan ketentuan pasal-pasal KUHP sebagai berikut:
Pasal 310 KUH Pidana, yang berbunyi : (1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“. (2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.
Pasal 315 KUHP, yang berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Setelah maraknya pelanggan di internet maka diatur dalam ketentuan Undang-undang ITE, yaitu : Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, Pasal 45 UU ITE, yang berbunyi : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sumber: www.kejaksaan.go.id
Dengan adanya pasal ini, setiap lembaga dan perorangan berhak mendapat perlindungan terkait nama baik mereka di hadapan publik. Ini berarti bahwa perusahaan bisa memproses hukum pihak manapun yang bermaksud mencemarkan nama baik brandnya.
Yuk, kunjungi laman Instagram dan Facebook Media Edukasi Indonesia untuk mendapatkan informasi dan fakta-fakta unik lainnya ya!