Ini adalah sedikit cerita tentang Kota Lawang serta mereka, anak-anak Lawang yang bertualang, yang tidak kehabisan cerita sampai masa bertumbuhnya.
Lawang Kota Peristirahatan
Berbatasan dengan Pasuruan, Lawang adalah bagian kecil dari Malang Raya yang tidak pernah mati cerita sejarahnya. Sejak abad 18 hingga 19, ada campur tangan kolonialisme Hindia-Belanda sehingga ada banyak peninggalan dan jejak sejarah yang masih melekat di Kota Lawang yang dikenal sebagai kota peristirahatan.
Selain itu, Lawang adalah penyangga kehidupan. Dari sektor pertanian dan perkebunan, Lawang menjadi penyumbang sumber pangan utama bagi kabupaten Malang. Sektor industri juga tidak mau kalah. Sejak 1975, sudah berdiri pabrik di bidang farmasi yang sampai saat ini menjadi penyuplai utama produk obat bagi Indonesia dan Asia Tenggara.
Kampung Gebug Lor-Lawang

Nurlailatul Hidayah _ MEI
Didominasi kebun teh, Gebug Lor menjadi kampung yang bersinggungan langsung dengan Gunung Arjuno yang terkenal sebagai gunung dengan jalur pendakian yang berat. Kampung yang menumbuhkan berhektare-hektare tanaman teh tersebut berdekatan dengan Wonosari di bawah naungan PTP Nusantara XII.
Perkebunan teh yang dikelola PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) itu memiliki luas 1.144,31 hektare yang dibagi atas tiga bagian perkebunan. Di antaranya adalah kebun Wonosari seluas 370,31 hektare di Desa Toyomarto Kecamatan Singosari, kebun Gebug LOr seluas 344,11 hektare di Desa Wonorejo Kecamatan Lawang, dan kebun Raden Agung seluas 429,89 hektare di Desa Ambil-Ambil Kecamatan Kejayan.
Permainan yang Merangsang Motorik Anak-anak Lawang
Terlepas dari modernisasi yang semakin meradang di Kota Lawang, anak-anak di sana tidak serta merta mau terbuai oleh perkembangan zaman yang berlebihan. Walaupun akses internet tidak kalah mudah dengan kota, gawai tidak diperkenankan mendominasi mereka. Fasilitas di kampung tersebut juga tidak termasuk jauh terbelakang.
Kakun Kenjien, penggerak petualangan Arjuno Lawang, selalu optimis dan peduli penuh terhadap perkembangan anak-anak di Gebug Lor dan sekitarnya. Beliau selalu mendorong dan mengajak mereka untuk bertualang di kaki gunung. Setidaknya, anak-anak diajak menyisiri kebun teh tiap minggu. Anak-anak dibolehkan membawa mainan apa saja, kecuali HP.
Banyak hal yang bisa mereka lakukan. Mendaki singkat dan camping kecil-kecilan di perkebunan teh. Menangkap serangga. Memanen singkong lalu membakarnya. Sesekali, mereka bisa bermain layang-layang di kala musim hujan. Atau bersepeda menyisiri jalur terjal yang biasanya digunakan warga untuk mengangkut teh.
“Kegiatan outdoor semacam ini diharapkan bisa merangsang motorik anak-anak. Sangat disayangkan banget kalau mereka hanya kenal sama HP.”(Kakun Kenjien)
Di sela petualangan, Kakun Kenjien mengajak anak-anak untuk memungut dan membakar sampah yang terlihat di area perkebunan. Kadangkala ia membawakan sedikit-sedikit bibit pohon untuk di tanam. Dengan begitu, anak-anak teredukasi untuk peduli bumi dengan cara yang menyenangkan.
Sesekali, edukasi tentang survival diberikan. Anak-anak belajar tentang tanaman apa saja yang bisa dimakan untuk bertahan hidup di alam serta cara mengatur perbekalan. Dengan begitu, ada pemantik buat mereka agar mau beksplorasi di alam bebas.
Bagaimana dengan kebiasaan lain mereka setiap hari? Anak-anak muslim di sana selalu aktif di kegiatan peribadatan setiap sore, yakni TPQ. Menariknya, mereka berangkat ke TPQ mandiri tanpa diantar orangtuanya, entah itu dengan bersepeda atau jalan kaki.
Setidaknya, Lawang tidak kehilangan generasi yang mau bersinggungan dengan alam dan turut memedulikan lingkungannya. Masih akan ada cerita panjang tentang alam dan kearifan lokal yang harus tetap dihidupkan ke depannya. Sekurang-kurangnya, 50 tahun dari sekarang, cerita tentang Lawang dan anak-anak yang bertualang tetap memiliki suara.
Kontributor Media Edukasi Indonesia : Nurlailatul Hidayah