Pernahkah Anda membaca resep dokter dan merasa kesulitan memahaminya? Entah karena tulisan tangan yang tidak terbaca ataupun istilah yang terasa begitu asing. Tulisan tangan dokter yang jelek seolah telah menjadi hal yang lumrah sejak berabad-abad yang lalu. Bukan hanya di Indonesia, dokter di negara maju pun tidak luput dari keluhan ini.
Ada yang berasumsi bahwa tulisan tangan yang jelek itu disengaja agar pasien tidak membeli obat sendiri. Karena obat bagai pedang bermata dua, tepat guna bisa bermanfaat, salah guna akan jadi bencana. Alasan dari asumsi ini tidak sepenuhnya salah meskipun tidak mengandung kebenaran 100%. Memang penyalahgunaan obat adalah hal terakhir yang dokter harapkan dari pasien.
Faktanya, mahasiswa kedokteran tidak pernah diajarkan untuk menjelek-jelekkan tulisan tangannya. Justru mereka selalu disarankan untuk membuat tulisan sejelas mungkin karena tulisan tidak terbaca akan membawa konsekuensi yang buruk. Memang benar bahwa sebagian dokter memiliki tulisan tangan yang jelek dari sananya. Namun tidak sedikit dokter dengan tulisan indah, rapi seperti hasil ketikan. Lahirnya tulisan tangan dokter yang jelek ini bukan hal yang disengaja. Kondisi dalam dunia kedokteranlah yang membuat tulisan yang indah itu menjadi jelek, dan tulisan jelek semakin menyerupai gambar rumput.
- Waktu yang sempit
Salah satu tugas dokter adalah menerima pasien gawat darurat. Pada saat yang bersamaan, dokter harus mewawancara pasien atau keluarganya, memeriksa, memikirkan langkah pemeriksaan dan pengobatan lanjutan, menulis di rekam medis dan resep. Menulis dengan indah, rapi, dan lengkap pada saat seperti ini jelas bukan pilihan yang tepat. Alih-alih dokter akan menulis efektif, singkat, dengan bahasa medis yang sudah disederhanakan dan disepakati bersama tenaga medis dan paramedis lain.
- Banyaknya berkas medis yang harus diisi
Saat memeriksa seorang pasien rawat jalan, ada beberapa berkas yang harus diisi oleh dokter. Entah itu rekam medis, buku register, resep, pengantar laboratorium, maupun radiologi. Berkas ini bertambah banyak saat merawat pasien rawat inap. Meskipun waktu yang tersedia cukup panjang, dengan jumlah pasien yang banyak, akan mustahil menyelesaikan berkas-berkas tersebut tepat waktu.
Dokter akan cenderung meningkatkan kecepatan menulisnya dan menggunakan istilah atau singkatan medis demi selesainya segala berkas agar dapat segera diurus dan obat-obatan esensial untuk pasien segera diberikan.
- Degradasi tulisan tangan seiring waktu
Kebiasaan menulis cepat dan singkat akan berlanjut. Kecepatan menulis akan meningkat seiring dengan penurunan tingkat keterbacaan tulisan. Jika kita perhatikan dengan seksama, orang yang tidak berprofesi sebagai dokter saja mengalami perubahan dalam tulisannya. Cara identifikasi termudah adalah melalui tanda tangan. Saat sekolah, sebagian besar kita memiliki tanda tangan lengkap dengan segala detail terkecilnya. Namun sepuluh atau dua puluh tahun kemudian, tanda tangan ini menjadi lebih sederhana. Detail-detail kecil menghilang, berganti kerangka tanda tangan utama yang lebih pendek daripada aslinya. Dokter pun mengalami hal ini, baik tanda tangan maupun tulisan. Alasannya sama, efisiensi waktu.
Lantas, apakah kita sebagai pasien perlu mengkhawatirkan hal ini? Untungnya tidak. Apoteker atau asisten apoteker sudah memahami inisial dan kode yang disepakati bersama untuk penulisan resep. Kalaupun ada yang meragukan, maka akan dilakukan konfirmasi langsung ke dokter yang bersangkutan.
Berita baik lainnya adalah saat ini telah banyak digunakan rekam medis dan resep elektronik. Adanya inovasi ini dapat meminimalisir kesulitan membaca resep atau berkas medis lain sehingga kesalahan pemberian obat dapat lebih dihindari.
Kontributor Media Edukasi Indonesia : dr.Muvida