Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) berkantor di Wringinanom, Gresik dan didirikan pada tahun 1996 serta berbadan hukum di tahun 2000. Ecoton aktif mendorong advokasi kebijakan berbasis penelitian partisipatif di DAS (Daerah Aliran Sungai) Brantas untuk melibatkan masyarakat sekitar dalam menangani masalah sampah khususnya terkait mikro plastik. Ecoton memiliki setidaknya tiga program kerja. Pertama, penelitian partisipatif meliputi program biotilik, Brigade Evakuasi Popok dan Sensus Ikan. Kedua, program pendidikan meliputi penyuluhan, bank sampah, program taman bantaran sungai dan pembinaan sekolah peduli lingkungan. Ketiga, berbagai kegiatan aksi, penggugatan dan kerjasama dengan media massa. Program Ecoton dilakukan berbeda setiap tahunnya sesuai dengan konteks permasalahan sampah yang muncul.
Peran yang dilaksanakan Ecoton bersama jejaring masyarakat DAS Sungai Brantas menjadi kontrol sosial atas kebijakan pemerintah. Pengawasan pada dasarnya juga dilakukan terhadap rantai produksi berbagai operasi bisnis yang diduga menyebabkan pencemaran DAS Sungai Brantas. Bentuk kontrol sosial yang pernah dilakukan Ecoton misalnya adalah gugatan terhadap pemerintah provinsi Jawa Timur yang dinilai lalai dalam melakukan penghitungan dan penetapan kelas air serta daya tampung beban pencemaran air. Gugatan muncul disebabkan kebijakan tersebut menjadi pijakan untuk mengelola kualitas air yang sudah tercemar. Gugatan lain pernah dilakukan Ecoton saat mendampingi Kelompok Pelestari Hutan dan Mata Air (Kepuh) di hulu sungai Brantas ditujukan kepada pemerintah Kabupaten Jombang. Perjuangan mereka berhasil menghasilkan Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 5 Tahun 2014 mengenai perlindungan dan pengelolaan mata air.
Ecoton juga melakukan kegiatan susur sungai untuk melakukan kampanye secara langsung dan menyadarkan warga DAS Sungai Brantas. Kampanye sosial dilakukan untuk mencegah masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat sampah dan melakukan audit terhadap dugaan pencemaran yang dilakukan oleh unit usaha tertentu. Kampanye sosial dimanfaatkan oleh Ecoton untuk mengomunikasikan hasil penelitiannya secara langsung kepada masyarakat.
Kampanye misalnya dilakukan Ecoton dalam kampanye dengan tajuk “Aksi Ikan Bencong,” di mana ditampilkan pria mengenakan bra warni-warni serta atribut seperti putri duyung. Penampilan dalam kampanye tersebut berupaya mengambarkan hasil penelitian Ecoton yang menunjukan bahwa telah terjadi perubahan seksual ikan di Kali Surabaya sebagai akibat dari pencemaran sungai. Poster bertuliskan “mandar mugo sing mbuwak popok nang kali, cepet tuwek, utange akeh, tambah lemu, ngentutan” dibentangkan untuk menarih atensi masyarakat terhadap masalah sampah di DAS Sungai Brantas.
Kampanye baru yang dilakukan oleh Ecoton bertajuk #2021STOPMAKANPLASTIK berupaya mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai. Ecoton bersama mahasiswa di Malang, Surabaya, Lamongan dan Gresik telah melakukan pengkajian dan menemukan bahwa terjadi kondisi darurat mikro plastik di pesisir Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban serta DAS Brantas dan DAS Bengawan Solo.
Terakhir, Ecoton melakukan penyuluhan untuk menjadikan masyarakat DAS Brantas menjadi bagian dari penyelesaian masalah sampah perairan secara langsung. Ecoton memberikan edukasi berupa perbedaan sampah organik dan anorganik, bahaya membuang sampak di sungai serta hasil penelitian partisipatif yang dilakukan Ecoton. Bank sampah juga dibentuk oleh Ecoton untuk mendaur ulang berbagai bentuk sampah anorganik. Pendampingan bank sampah dilakukan melalui wadah Wanita Peduli Lingkungan (Waduling). Waduling bersama Ecoton menginisiasi Program Taman Bantaran di sepanjang DAS Brantas untuk mencegah sempadan sungai dialihfungsikan menjadi bangunan liar dan tempat pembuangan sampah.
Ecoton berupaya pula memberikan pendidikan alternatif bagi anak-anak. Ecoton ingin membentuk kesadaran dan pengetahuan sejak dini mengenai pentingnya menjaga DAS Sungai Brantas yang berkaitan dengan penghidupan masyarakat. Hal tersebut penting untuk menciptakan karakter yang peduli lingkungan. Ecoton membantu sekolah-sekolah dalam program Adiwiyata. Awalnya sekolah-sekolah di Kawasan Wringianom menjadi mitra Ecoton, namun seiring berjalannya waktu para kepala sekolah tidak mengizinkan siswa untuk mengikuti kegiatan.
SD Muhammadiyah 1 Wringinanom menjadi satu-satunya mitra program Adiwiyata binaan Ecoton yang masih bertahan. Sekolah tersebut setelah mendapat pendampingan dari Ecoton menjadi dikenal dengan kemampuan guru dan murid-muridnya dalam menghasilkan publikasi mengenai kelestarian lingkungan. Ecoton juga mendorong murid dan guru untuk mengikuti kelas pendidikan lingkungan hidup, agar peserta didik serta tenaga pengajar paham mengenai kondisi Kali Surabaya yang sudah tercemar berat.
Ecoton mengembangkan Biotilik yang berarti pemanfaatan organisme (Bio) untuk memantau lingkungan atau menilik (Tilik). Istilah lainnya adalah biomonitoring. Biotilik adalah akronim dari Biota Tidak Bertulang Belakang Indikator Kualitas Air. Biotilik menjadi inovasi yang didorong oleh Ecoton untuk bersama masyarakat mengkaji kadar pencemaran dengan menggunakan indikator keberadaan hewan tak bertulang belakang. Kegiatan biotilik dilakukan untuk menyadarkan masyarakat mengenai pencemaran Sungai Brantas dan bahaya dari pembuangan sampah terhadap ikan yang mereka konsumsi. Kelebihan dari biotilik adalah dapat dilakukan dengan mudah oleh kalangan masyarakat dan memiliki biaya yang murah.
Kegiatan penelitian partisipatif yang dilakukan Ecoton tak hanya difasilitasi oleh internal organisasi, melainkan seringkali melibatkan mahasiswa magang atau berbasis kunjungan kegiatan kampus. Misalnya kunjungan mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Adi Tama Surabaya (ITATS) pada 28 April 2019 mengadakan kuliah lapangan untuk mengetahui kualitas air Sungai Brantas di Kawasan Wringinanom dengan metode biotilik.
Siswa-siswa SD, SMP, SMA/K seringkali dilibatkan pula dalam kegiatan biotilik, apabila melakukan kunjungan ke Ecoton. Kegiatan misalnya dilakukan oleh Pasukan Kodok SMKN 1 Driyorejo untuk melakukan pemantauan kualitas sungai pada 27 Januari 2018 di Kali Surabaya. Ada dua metode yang dipakai oleh Pasukan Kodok yakni sweeping dengan meletakkan mulut jaring pada dinding sungai dan disapukan melawan arus serta jabbing yaitu meletakkan mulut jarring berhadapan dengan tebing sungai dan bergerak perlahan-lahan. Hasil pemantauan menunjukan bahwa Kali Surabaya telah tercemar berat.
Peran yang dilakukan oleh Ecoton untuk menyelesaikan masalah sampah di sungai menunjukan bahwa perlu langkah terintegrasi mulai dari penelitian sampai advokasi kebijakan. Hal tersebut menunjukan bahwa mengatasi masalah sampah tak hanya lewat langkah individual, melainkan masyarakat dapat dilibatkan langsung dalam membangun pengetahuan mengenai pencemaran sungai sampai memperjuangkannya sebagai kebijakan. Langkah Ecoton untuk melibatkan siswa sejak dini sampai masyarakat umumnya perlu diperluas untuk menekankan bahwa masa depan pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan adalah tanggungjawab bersama.
Kontributor Media Edukasi Indonesia : Anggalih Bayu Muh Kamim