Manusia merupakan makhluk sosial yang setiap individu dengan individu lain saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Interaksi antara individu satu dengan yang lain terkadang menimbulkan suatu permasalahan sehingga memicu rasa sakit hati, kecewa, dan marah. Perasaan seperti ini wajar dimiliki oleh seseorang yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari orang lain. Namun, menyimpan perasaan sakit hati, kecewa, dan marah terlalu lama dapat menjadikan kebencian yang tidak menutup kemungkinan akan mendatangkan keinginan untuk balas dendam terhadap pelaku tersebut. Hal ini akan memengaruhi kesehatan mental yang sangat tidak baik. Seseorang yang menyimpan kebencian kepada orang lain akan cenderung membuat dirinya sedih, marah, stres, terpuruk sehingga terobsesi untuk balas dendam.
Obat menghilangkan rasa sakit hati, marah, benci kepada seseorang adalah dengan memaafkan pelaku tersebut. Memaafkan merupakan pusat pengembangan dalam hati untuk mengikhlaskan apa yang menjadi takdir Allah dan pemulihan hubungan interpersonal antara individu setelah terjadinya perselisihan. Memaafkan bukanlah suatu perkara yang mudah, akan tetapi hal ini harus dilatih agar membebaskan hati seseorang dari perasaan dengki dan balas dendam. Manfaat dari memaafkan itu mampu membuka belenggu-belenggu sakit hati dan menyingkirkan kebencian. Ketika seseorang mampu memaafkan, hatinya akan tenang dan damai.
Memiliki sikap pemaaf merupakan bagian dari meneladani Rasulullah saw., beliau selalu rendah hati kepada umatnya sekalipun ada di antara mereka yang ingkar dan membencinya, tapi Rasulullah tetap bersikap baik dan memaafkan kesalahannya. Banyak kisah yang dapat dijadikan suri tauladan, salah satunya kisah Rasulullah saw. ketika mendapatkan serangan yang kejam dari penduduk Thaif. Di saat beliau terluka akibat serangan dari penduduk Thaif tidak satu doa buruk pun terucap dari lisan beliau. Malaikat penjaga langit dan bumi sudah ingin menghancurkan penduduk Thaif, tapi Rasulullah saw. mencegahnya. Rasulullah saw. begitu menyayangi umatnya, sehingga beliau tidak tega mendoakan keburukan untuk penduduk Thaif. Rasulullah saw. berkata, “Aku bahkan berharap agar dari keturunan mereka lahir orang-orang yang menyembah Allah Yang Maha Esa, dan tidak menyekutukan-Nya.” Rasulullah saw. telah memberi tauladan untuk menyikapi umatnya yang zalim, bukan dengan doa keburukan atau balas dendam, melainkan dengan memaafkan dan mendoakan yang terbaik untuk mereka.
Dalam Alquran terdapat banyak ayat yang menyerukan manusia agar memaafkan kesalahan orang lain. Di antaranya surat Al-Furqan ayat 63 yang artinya “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata menghina), mereka mengucapkan, “Salam”.” (QS. Al-Furqan: 63). Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita disebut hamba Tuhan Yang Maha Pengasih jika kita memiliki sikap rendah hati. Maka, cara terbaik menyembuhkan luka dalam hati adalah dengan mendoakan kesalamatan kepada mereka yang zalim. Meskipun terasa sulit, tapi inilah obat dari kegundahan hati.
Pernyataan ini juga dipaparkan oleh Ustadz Danu dalam acara “siraman qalbu” di salah satu stasiun televisi, beliau menjelaskan bahwa “Jika ada orang-orang bodoh menyapa kita dengan kata-kata menghina seperti mengirimkan sihir atau berbuat zalim lainnya pada diri kita, maka cara terbaik menyembuhkannya adalah dengan mendoakan keselamatan bagi orang yang mengirimkannya. Mengapa kita mendoakan keselamatan? Karena keselamatan menurut kita tidak sama dengan keselamatan menurut Allah. Tugas kita hanya mendoakan keselamatan agar hati kita tenang dan tidak memiliki rasa dendam kepada orang tersebut.”
Hati yang tenang akan menimbulkan energi positif dalam tubuh sehingga dapat membentengi diri dari penyakit. Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa memiliki sikap memaafkan dapat mempengaruhi cara kerja otak. Dalam hal ini dipaparkan melalui tulisan artikel dr. Muhammad Isman Jusuf, Sp.S yang mengutip hasil penelitian Worthington Ir seorang psikolog dari Virginia Commonwealth University bersama rekan-rekannya mengenai dampak sikap memaafkan terhadap kesehatan tubuh. Penelitiannya menggunakan teknologi pencitraan otak seperti Tomografi Emisi Positron (PET) dan pencitraan resonansi magnetik fungsional (f-MRI). Hasil penelitiannya menunjukkan suatu perbedaan pola gambar otak, aktivitas hormon dan kekentalan darah orang yang memaafkan dengan orang yang tidak memaafkan. Pola gambar otak orang yang tidak memaafkan sama seperti orang yang mengalami marah, stres, dan penyerangan. Aktivitas hormon yang dihasilkan juga sama dengan orang yang memiliki emosi negatif dalam keadaan stres. Selain itu, kekentalan darah pada orang yang tidak memaafkan cenderung tinggi sehingga berisiko menimbulkan penyakit pada pembuluh darah seperti hipertensi, penyakit jantung bahkan strok.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil benang merahnya bahwa Allah Swt. telah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa memiliki sikap rendah hati dan saling memaafkan. Allah juga memberikan pahala yang setimpal bagi orang yang berkenan memaafkan kesalahan orang lain. Hal ini dipertegas dalam firman Allah Swt. surat Asy-Syuuraa ayat 40 yang artinya “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” (QS. Asy-Syuuraa: 40). Hasil riset ilmiah juga menggambarkan bahwa orang yang tidak memaafkan memiliki risiko terkena berbagai macam penyakit seperti hipertensi, penyakit jantung bahkan strok. Oleh karena itu, bersihkan hati kita dengan belajar memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan bukan berarti kita kalah, melainkan kita telah berhasil memenangkan ego di hati. Ketika dirasa sangat sulit untuk memaafkan, maka doakan keselamatan untuknya. Serahkan semuanya kepada Allah agar hatimu merasakan ketenangan.
Kontributor Media Edukasi Indonesia : Ilma Naela Fadlilah